Pengalaman Mengikuti Google Earth Engine Workshop Indonesia 2019

Google Earth Engine (GEE) merupakan sebuah platform dari Google yang digunakan untuk pengolahan data penginderaan jauh. 

GEE menawarkan konsep baru pengolahan citra penginderaan jauh di mana user tidak perlu lagi mengunduh citra yang dibutuhkan. User hanya perlu mengakses data dari repository di Google. 

Selain itu, GEE dapat diakses hanya dengan menggunakan peramban Google Chrome, sehingga user tidak perlu lagi memasang dan bergantung dengan perangkat lunak pengolahan citra digital di komputernya. 

Keunggulan selanjutnya, proses pengolahan dan komputasi dilakukan di komputernya Google, sehingga user tidak lagi membutuhkan laptop atau PC dengan spek dewa. User hanya membutuhkan perangkat untuk mengakses Google Chrome saja.

Kamis dan Jumat 29-30 Agustus 2019 yang lalu, saya berkesempatan untuk mengikuti GEE workshop. Workshop ini bertempat di kantor Google Indonesia, dengan mendatangkan instruktur dari Google Asia, Tomomi Matsuoka dan Yasushi Onda, serta Katherine dari Google Indonesia.

Workshop ini berisikan peserta dari berbagai macam background mulai dari instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, mapping consultant, universitas dan mahasiswa. 

Peserta berkisar 40-50 orang, yang telah tersaring melalui proses seleksi yang dilakukan dua bulan sebelumnya.

Hari – 1.

Setelah prosesi pembukaan acara, workshop hari pertama diawali dengan presentasi mengenai Google Earth Outreach dan Google Earth Engine dari Tomomi. Tomomi menjelaskan awal mula terbentuknya GEE sampai perkembangannya hingga sekarang.

google earth engine

Partner Talk

Sesi ini, pemaparan dilakukan oleh Mirriam E. Marlier dari RAND corporation yang bergabung melalui teleconference. Mirriam menjelaskan hasil analisis kebakaran lahan dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat (public health) menggunakan GEE.

Pemaparan selanjutnya dilakukan oleh oleh Hadi, dari Restore+.

Di sini saya sangat terpukau dengan apa yang telah dan sedang dikerjakan oleh Hadi dan timnya menggunakan GEE.
Mereka melakukan pemetaan penutup lahan dengan area of interest se-Indonesia dengan target kelas penutup lahan yang cukup rinci dan dengan metode klasifikasi yang cukup rumit.

BACA JUGA:  Klasifikasi OBIA: sample-based classification menggunakan eCognition Developer

Partner talks terakhir disampaikan oleh Uji dari CIFOR, yang menyampaikan tentang hasil pemetaan ekologi vegetasi di Kalimantan Barat menggunakan GEE.

Lightning Talk

Selanjutnya, sesi lightning talk, aka 3 menit presentasi, diisi 3 pembicara.

M. Arda menyampaikan hasil pekerjaannya. Dia membandingkan hasil pemetaan banjir menggunakan software konvensional (sepertinya SNAP) dengan GEE pada citra radar Sentinel 1.

Safran Yusri menyampaikan pekerjaannya menggunakan GEE untuk download data untuk digunakan dalam proses pemodelan distribusi spesies (Species Distribution Modelling), dimana beliau memodelkan distribusi terumbu karang di Indonesia.

Terakhir, Mahendra berbagi mengenai hasil pemetaan hutan desa menggunakan GEE di salah satu site di Pulau Kalimantan.

Hands on session

Selanjutnya, sesi presentasi oleh Yasushi-san yang berisi mengenai apa itu GEE beserta keunggulannya.
Keunggulan-keunggulan GEE di antaranya:

  • Akses ke data penginderaan jauh dengan mudah. Data penginderaan jauh dan data geospasial lain yang dapat diakses sangat banyak, hingga mencapai ukuran petabyte.
  • Berbagai macam algoritma saintifik yang sudah tersedia di dalam platform, dan peluang untuk mengkombinasi dan mengembangkan algoritma yang ada melalui API.
  • Proses komputasi yang lebih cepat dengan memanfaatkan tenaga komputer yang ada di Google.

Beberapa contoh aplikasi GEE yang ditampilkan adalah Global Landsat Time Lapse, Hansen’s Forest Cover Change, Global Fishing Watch Daily Data, Global Map of Accesibility to City, dan Disarm.

Di sesi hands on, kami, peserta workshop dikenalkan dengan code editor dan bagaimana menggunakannya. Pada sesi ini, kami diajari bagaimana menggunakan GEE.

Beberapa hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah:

  • Akses citra dan data geospasial lain.
  • Menerapkan algoritma ke data.
  • Filter koleksi data
  • Menerapkan algoritma ke koleksi data
  • “Reduce” koleksi data dengan statistik mean, median dan algoritma lainnya.
  • Mengitung statistik atau aggregate data.

Selanjutnya, kami dilatih untuk menggunakan GEE untuk aplikasi-aplikasi terpilih, yaitu:

  • Infrastructure – Menghitung “night lights- menggunakan statistik citra
  • Agriculture – Identifikasi lahan sawah – menggunakan NDVI dan LSWI.
  • Forestry – Menghitung deforestasi – menggunakan masking citra dan statistik.
  • Infection – Risk mapping – berlatih upload data
  • Disaster prevention – risk mapping – berlatih menggunan aljabar pada raster.
BACA JUGA:  Tutorial Download dan Install ArcGIS 10 (Free dan Gratis)

Hari pertama diakhiri dengan pembentukan kelompok kerja untuk hari kedua.

Hari-2

Hari kedua diawali dengan presentasi Yasushi mengenai klasifikasi penutup lahan menggunakan GEE.

GEE dan Tensor Flow

Selanjutnya, dia juga memperkenalkan kombinasi GEE dengan Tensor Flow, sebuah platform open source untuk melakukan deep learning.

Sayangnya, pada sesi ini, kami hanya diajari step by step bagaimana melakuknnya, dan  diberikan beberapa tautan dan contoh kode yang bisa dipelajari sendiri. Tetapi tidak diberikan cukuip waktu untuk mencoba dan mengalami sendiri.

Secara umum, integrasi GEE dengan Tensor Flow dilakukan dengan membuat atau mengakses data dan training data di GEE, kemudian melakukan proses prediksi dan pemodelan di Tensor Flow. 

Selanjutnya hasil komputasi di Tensor Flow dibawa lagi ke GEE untuk diaplikasikan ke data.

GEE UI dan Apps

GEE juga memungkinkan user nya untuk mengembangkan apps atau aplikasi yang kemudian tersimpan di earthengine.app.

Hal ini didasari karena tidak semua orang merupakan pengguna GEE, sehingga diperlukan tools yang lebih friendly. 
Beberapa apps sederhana yang dibangun menggunakan GEE, antara lain:

Sayangnya, pada sesi ini, kami tidak menjalankan step by step bagaimana proses membuat aplikasi tersebut.

Remothon

Sesi terakhir adalah sesi Remothon.

Remothon adalah akronim dari Remote Sensing dan Hackathon.

Intinya, kami dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian dipaksa membuat sebuah project menggunakan GEE.

Kami hanya diberi waktu kurang lebih 2.5 jam untuk membuat project ilmiah dengan output berupa hasil analisis menggunakan GEE, dan materi presentasi yang kemudian disampaikan di akhir sesi.

Pada sesi ini, saya satu kelompok dengan Mas Dandy (KKC), Nia (WWF) dan Tin (ITB).

BACA JUGA:  Sejarah dan Perkembangan Geobia

Kami membuat project untuk mebjawab pertanyaan: Apakah kawasan konservasi mampu menghambat laju deforestasi?
Kami memilih Provinsi  Riau sebagai daerah kajian.

Setelah berkumpul, kami baru sadar ternyata masih merupakan absolute beginner, belum pernah memanfaatkan GEE sama sekali (kecuali Mas Dandy).

Proses belajar bersama pun kami lakukan. Waktu yang sempit membuat project kami tidak selesai. Kami hanya bisa ekstraksi deforestasi di dalam kawasan konservasi saja dan tidak diluar kawasan.

Saya yang didapuk sebagai wakil untuk presentasi cukup kewalahan karena kami tidak memiliki hasil yang cukup untuk ditampilkan, dan lebih banyak berbicara mengenai apa yang sebenarnya ingin kami capai.

Menurut pengamatan saya, jika dibandingkan dengan kelompok yang lain, kelompok kami menjadi kelompok yang paling rendah pencapaiannya, jika dilihat dari hasil remothon.

Namun, mengingat mayoritas dari kami belum pernah pakai GEE sebelumnya, proses Remothon ini cukup berhasil.

Wrap up

Kegiatan Google Earth Engine Workshop ini memberikan informasi kepada peserta mengenai apa-apa saja yang bisa dan mungkin dilakukan menggunakan GEE, terutama jika ditujukan untuk orang-orang yang baru mengenal GEE untuk pertama kali.

Sayangnya, waktu yang singkat membuat workshop ini saya rasakan nanggung. Peserta tidak diberikan waktu yang cukup untuk berlatih. 

Meskipun demikian, kami, para peserta setidaknya pulang dengan gambaran besar bagaimana workflow melakukan analisis menggunakan GEE mulai dar mencari dan import dataset, bagaimana mengaplikasikan fungsi dan algoritma dan bagaimana mencari algoritma di daftar yang sudah ada.

Sesi remothon merupakan sesi belajar yang sangat efektif. Sayangnya, penyelenggara berasumsi semua peserta mempunyai kemampuan yang sama, padahal tidak. Sebaiknya, faktor ini dimasukkan juga ke dalam penentuan pembagian kelompok, bukan semata-mata berdasarkan interest aplikasinya.

Terakhir, saya beruntung mengikuti workshop ini, karena selain mendapatkan pengetahuan, saya juga bertemu kawan dan kolega lama serta kenalan baru.

Pengetahuan yang saya dapatkan dari workshop ini akan saya bagikan di tulisan terpisah ya!

About The Author

2 thoughts on “Pengalaman Mengikuti Google Earth Engine Workshop Indonesia 2019”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top