Beberapa Pendekatan OBIA untuk Klasifikasi Penutup/Penggunaan Lahan

Pemetaan penutup dan penggunaan lahan merupakan salah satu aplikasi dasar pemanfaatan penginderaan jauh.

Termasuk dengan memanfaatkan pendekatan OBIA. Banyak peneliti melakukan eksplorasi dan eksperimentasi dalam OBIA untuk klasifikasi penutup/ penggunaan lahan.

Dalam berbagai kondisi, OBIA mampu menjawab banyak tantangan dalam bentuk terapan paling dasar ini.

Tahapan OBIA

Seperti pada tulisan yang lalu, tahap OBIA secara umum dapat dibagi menjadi proses segmentasi dan proses klasifikasi. Para peneliti kemudian mengembangkan strategi klasifikasi untuk mengoptimasi proses klasifikasi sesuai dengan keterbatasan software, karakteristik data yang digunakan, objek kajian yang dipetakan dan kondisi daerah kajian.

Di bawah ini saya jabarkan beberapa strategi dan pendekatan klasifikasi yang pernah saya baca.

Field-based/ per-field Classification

OBIA terdiri atas field/parcel based classification dan segment/object based classification. Beberapa peneliti memasukkan kategori field/parcel based classification menjadi bagian dari OBIA, meskipun ada peneliti lain menyatakan bahwa pendekatan klasifikasi tersebut berbeda dengan OBIA.

Sample-based VS rule-based classification

Baca tulisan ini untuk memahami lebih lanjut perbandingan sample-based clasification dan rule-based clasification. Keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemilihan metode klasifikasi harus dilakukan secara cermat agar hasil klasifikasi memiliki akurasi yang tinggi.

Klasifikasi bertingkat (hierarchical classification)

Penggunaan klasifikasi bertingkat (hierarchical classification) banyak dikembangkan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi.

Proses klasifikasi ini memiliki keunggulan di mana klasifikasi objek tidak hanya dilakukan secara horizontal dengan membedakan objek pada level yang sama, namun juga dapat menggunakan hubungan secara vertikal dengan kelas tematik level objek di atasnya.

Kelemahan dari pendekatan ini adalah kemungkinan terjadinya perambatan kesalahan (error propagation) dari satu level ke level bawahnya. Perhatikan contoh di bawah ini.

Contoh perbaikan klasifikasi

Ilustrasi perbaikan kesalahan klasifikasi pada OBIA

Gambar di atas menunjukkan ilustrasi pendekatan top-down dan bottom-up untuk memperbaiki kesalahan pada proses klasifikasi bertingkat.

  1. Proses klasifikasi tahap pertama gagal mengelompokkan objek citra nomor 3 di kelas Hijau.
  2. Pada proses klasifikasi berikutnya, kelas Kuning dikelaskan berdasarkan bentuknya, namun objek citra nomor 3 selanjutnya dikelaskan sebagai kelas Hijau Persegi.
  3. Proses terakhir adalah menggabungkan kelas-kelas yang sama pada level 1 dan level 2.
  4. Hasilnya, objek citra 3 yang sebelumnya salah terklasifikasi pada Level 1 proses klasifikasi top-down menjadi terkelaskan secara benar pada Level 1 setelah proses klasifikasi bottom-up.
  5. Melalui proses serupa, setiap perbaikan kesalahan yang dilakukan pada satu level, akan memperbaiki kesalahan klasifikasi pada level-level di atasnya.

GEOBIA

Strategi klasifikasi yang kemudian banyak digunakan adalah digunakannya proses segmentasi dan klasifikasi secara iterative pada setiap level klasifikasi.

Proses ini meniru interpretasi visual yang dilakukan oleh manusia, di mana proses pembatasan kelas (segmentasi) dan proses pemberian atribut (klasifikasi) dilakukan secara dinamis.

Seperti pada proses klasifikasi bertingkat, pendekatan ini memiliki keunggulan pada proses klasifikasi secara horisontal dan vertikal.

Proses pendekatan klasifikasi ini yang selanjutnya dianggap sebagai sebuah paradigma baru dalam bidang geosains. Penjelasan GEOBIA sebagai sebuah paradigma dapat dibaca di tulisan ini: GEOBIA sebagai sebuah paradigma.

BACA JUGA:  Analisis Deforestasi dengan R Menggunakan Hansen Dataset dan gfcanalysis Package

Berbagai metode/strategi klasifikasi dalam klasifikasi penutup lahan menggunakan OBIA

Pendekatan-pendekatan dasar di atas selanjutnya banyak diterapkan dan dikembangkan oleh banyak peneliti.

Beberapa peneliti mengkombinasikan metode dan pendekatan-pendekatan tertentu untuk meningkatkan akurasi hasil analisisnya.

Perlu dicatat bahwa penggunaan strategi klasifikasi tertentu sangat terkait dengan data yang digunakan, objek yang menjadi kajian penelitian, serta kompleksitas kondisi geografis daerah kajian.

 1. Field-based Classification

Bentuk klasifikasi berbasis objek yang lebih awal muncul adalah field-based atau parcel-based classification.

Field-based classification pada awalnya merupakan proses pasca klasifikasi multispektral untuk memperbaiki hasil klasifikasi dari salt and pepper.

Hasil Klasifikasi multispektral di super-impose kan dengan data vektor (atau raster) yang sudah ada sebelumnya. Lalu,  hasil klasifikasi diperbaiki melalui sebuah rule yang dimasukkan melalui query logic if-then-else.

Perkembangan selanjutnya,  query tersebut digunakan untuk menambah informasi klasifikasi dan menurunkan hasil klasifikasi yang lebih advance.  Melalui metode ini, informasi penutup lahan dapat diturunkan menjadi informasi penggunaan lahan.

fieldbased

Ilustrasi field-based classification

Gambar di atas menunjukkan perbedaan hasil klasifikasi penutup lahan menggunakan klasifikasi per pixel dengan per field.

Proses klasifikasi per field menggunakan aturan untuk membuat hasil klasifikasi mengikuti “field” yang diberikan. Field pada gambar di atas berupa file vektor yang digambarkan dengan garis berwarna hitam.

Dapat dilihat hasil pada klasifikasi per-field batas penutup lahan sudah mengikuti batas data vektor. Pembuatan “field” dalam field-based classification dapat dilakukan dengan

  1. data format vektor yang telah tersedia;
  2. dengan membuat data poligon berdasarkan interpretasi visual; dan
  3. segmentasi citra.

Jika teman-teman pernah menggunakan klasifikasi berbasis objek pada software IDRISI, maka sebenarnya teman-teman sedang melakukan field-based classification. Untuk lebih memahami tentang field-based classification, saya sarankan untuk baca: Aplin, 2009; Bauer dan Steinnocer, 2001; Dean dan Smith, 2003; Hussein, 2016; Wu, 2010.

 2. Simple-Sample-based clasification

Klasifikasi sederhana berdasarkan sampel merupakan bentuk paling sederhana dari OBIA. Di sini, operator hanya  melakukan 5 proses utama secara berurutan, yaitu:

  1. Segmentasi citra
  2. Pemilihan sampel / ROI
  3. Pemilihan feature space
  4. Pemilihan algoritma klasifikasi
  5. Eksekusi klasifikasi.

Software SPRING, SAGA-GIS dan Orfeo Toolbox dalam QGIS menggunakan pendekatan ini.

Operator hanya perlu melakukan proses segmentasi sekali saja, yaitu pada saat awal proses OBIA dilakukan.

Hasil segmentasi tersebut selanjutnya digunakan sebagai unit klasifikasi.

Operator lalu memilih sampel kelas penutup lahan dan memilih feature space yang akan digunakan dalam proses klasifikasi.

Software SPRING dan SAGA-GIS tidak banyak memberikan pilihan banyak untuk feature space, yaitu hanya feature dari nilai piksel asli dari setiap band. Adapun eCognition memberikan pilihan berupa ratusan feature space yang dapat digunakan untuk proses klasifikasi.

Algoritma klasifikasi Nearest Neighbor yang digunakan oleh eCognition lebih superior jika dibandingkan algoritma klasifikasi yang digunakan oleh software lain. Berikut ini gambar sederhana yang akan membantu dalam memahami proses strategi klasifikasi ini.

sampel based

Ilustrasi Sample-based classification

Banyak sekali literatur ataupun penelitian yang menggunakan teknik ini, terutama pada awal-awal perkembangan OBIA pada tahun 2003-2010an.

 3. Multistage, sample-based clasification

Strategi klasifikasi ini menggabungkan metode klasifikasi bertingkat dan klasifikasi berdasar sampel.

BACA JUGA:  Resolusi Citra Penginderaan Jauh: Spasial, Spektral, Temporal, Radiometrik

Software SPRING dan SAGA sudah tidak dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi dengan strategi ini.

Proses klasifikasi dilakukan sama persis dengan klasifikasi berdasar sampel biasa. Bedanya, klasifikasi dilakukan secara multilevel. Misal pada level pertama dilakukan klasifikasi untuk memisahkan kelas Air, Vegetasi, Tanah dan Terbangun. Kemudian pada level kedua, kelas Air dibedakan menjadi Air Jernih dan Air Keruh; kelas Vegetasi dibedakan menjadi Vegetasi Pohon dan Vegetasi Non Pohon. Saya sering memilih pendekatan startegi klasifikasi ini dibandingkan klasifikasi berdasar sampel yang dilakukan dalam sekali klasifikasi.

Beberapa kelebihan pendekatan ini adalah

  1. Pendekatan ini menggabungkan proses klasifikasi berdasar sampel yang mudah dan cepat, dengan klasifikasi bertingkat untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi.
  2. Proses pemilihan feature space yang lebih spesifik
  3. Proses pemilihan sampel yang lebih efektif

Ilustrasi strategi klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar berikut.

multistage sample

Ilustrasi hierarchical-sample-based classification

Adapun contoh skema klasifikasi yang pernah saya gunakan dengan memanfaatkan strategi klasifikasi ini adalah sebagai berikut. Strategi Klasifikasi saya lakukan 3 kali, dengan rincian sebagai berikut. Pengkelasan

 4. Rule-based clasification

Klasifikasi berdasar aturan sebenarnya merupakan upaya untuk men-transfer logika-logika interpretasi citra dari otak/pikiran dan pengalaman manusia ke dalam loperasi di komputer. Strategi klasifikasi ini akan sangat berhasil jika faktor-faktor ini dipenuhi:

  1. operator/ analis memiliki pengetahuan dan pengalaman yang tinggi dalam hal interpretasi citra dan objek kajiannya
  2. operator/ analis memiliki kemampuan menuliskan aturan interpretasi dalam pikirannya ke dalam bahasa komputer

Klasifikasi berdasarkan aturan dilakukan dengan menggunakan aturan yang dibangun untuk memisahkan dua kelas tematik atau lebih. Aturan tersebut dibangun berdasarkan kriteria tertentu.

Misal, vegetasi dan non vegetasi dibatasi dengan aturan pada feature Normalized Difference Vegetation Index (NDVI < 0.2 , maka non vegetasi). Proses klasifikasi berdasarkan aturan seringkali digunakan dengan klasifikasi pohon aturan (Decision Tree). Perhatikan contoh pada gambar berikut.

Rule-based

Contoh klasifikasi dengan aturan sederhana

  Gambar di atas menunjukkan contoh proses klasifikasi berdasar aturan. Citra diberikan aturan dengan dua parameter: Mean_NDVI dan Mean Read. Jika nilai Mean_NDVI >= 0.03 dan

Mean_Read <= 160, maka image-object akan dikelaskan menjadi kelas “Vegetation”. Jika image-object tidak memenuhi syarat tersebut, maka akan dikelaskan sebagai “Non-vegetation”. Garis ke bawah pada kelas “Vegetation”, menunjukkan bahwa kelas tersebut akan dikelaskan lebih rinci lagi.

Klasifikasi berdasarkan aturan memiliki keunggulan antara lain adalah operator dapat menyesuaikan pemilihan feature space yang lebih spesifik pada setiap proses pemisahan kelas sehingga klasifikasi lebih efektif.

Namun memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama , proses pembuatan aturan yang sangat rumit karena kenampakan penutup lahan sangat bervariasi dan aturan yang dibuat tidak dapat diterapkan pada area yang lebih luas.

 5. Rule-based clasification dengan data mining

Proses klasifikasi berdasarkan aturan seringkali digunakan dengan klasifikasi pohon aturan (Decision Tree). Salah satu kesulitan dalam melakukan klasifikasi berdasar aturan adalah pada proses pembuatan aturan itu sendiri. Proses pembuatan aturan merupakan proses rumit dengan tahapan:

1.Menentukan karakteristik suatu kelas penutup lahan

Kesulitan utama = suatu kelas sering tidak memiliki ciri khas utama yang membedakannya dengan kelas lain.

2.Memilih feature yang akan digunakan.

Katakanlah kita sudah bisa menentukan karakteristik pembeda objek. Kesulitan selanjutnya adalah pemilihan feature. Contoh pembedaan kelas Vegetasi Rapat dan Vegetasi Sedang. Kita sudah tahu bahwa pembedanya adalah rona. Tapi rona yang mana? Rona band inframerah. Lalu feature apa? Mean? Standard Deviasi? Variansi? Contrast?

BACA JUGA:  Sistem Penginderaan Jauh: Aktif vs Pasif, Fotografi vs Non Fotografi

3.Menentukan batas ambang (threshold)

Katakanlah kita sudah tahu bahwa nilai Mean infrared adalah pembeda utama.

Pertanyaan selanjutnya, berapa nilai batas yang memisahkan kelas Vegetasi Rapat dan Vegetasi Sedang?

Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut, beberapa peneliti seperti Laliberte dan Elhadi kemudian memanfaatkan sistem pakar untuk melakukan data mining untuk membuat “aturan” yang akan diterapkan pada proses klasifikasi. Proses klasifisikasi menggunakan rule-based yang didapatkan dari proses data mining ini secara sederhana ditunjukkan oleh illustrasi sebagai berikut.

Rule-datamining

Ilustrasi sederhana klasifikasi berdasar aturan dengan data mining

Di software eCogniton sendiri, proses ini difasilitasi pada fungsi CART (Classification dan Regression Tree). Skema klasifikasi berdasarkan aturan pada citra Quickbird yang dibangun oleh Laliberte dapat dilihat pada Gambar berikut.

Data mining

Rule klasifikasi yang dihasilkan dari proses data mining (diambil dari Laliberte, 2007)

 6. Kombinasi sample-based dan rule-based clasification

Myint et al. (2011) melakukan klasifikasi bertingkat di mana pada level pertama digunakan klasifikasi berdasarkan aturan untuk memisahkan objek vegetasi dan non vegetasi, kemudian menggunakan klasifikasi berdasarkan sampel untuk memisahkan objek pada level di bawahnya yaitu membedakan vegetasi berdasarkan kerapatannya dan bangunan berdasarkan warna atapnya.

Berikut contoh pendekatan kombinasi yang dilakukan oleh Myint.

Pada contoh berikut dijelaskan bagaimana proses untuk klasifikasi untuk kelas White and Gray Building (menggunakan rule-based) dan kelas Grass, Trees/shrub dan Others (menggunakan sample-based algoritma Nearest Neihbor)

Contoh kombinasi

Contoh pendekatan kombinasi yang dilakukan oleh Myint

Saya juga melakukan kombinasi sample-based dan rule-based dalam pengerjaan tesis saya.

Pendekatan seperti ini akan sangat berhasil jika operator atau analis tahu dengan benar kapan dia harus menggunakan klasifikasi berdasar sampel dan kapan menggunakan klasifikasi berdasar aturan.

 7. Strategi GEOBIA approach

Strategi pendekatan ini mirip dengan apa yang kita lakukan saat kita melakukan interpretasi visual.

Pada saat melakukan interpretasi visual, kita dapat secara bebas memberi batas awal, bebas memberikan label, bebas melakukan delineasi yang lebih rinci, bebas melakukan penggabungan poligon.

Untuk meniru proses tersebut, proses segmentasi dan klasifikasi dilakukan secara berulang-ulang secara fleksibel, seperti saat kita melakukan delineasi pada citra.

Iterative process

Proses klasifikasi merupakan serangkaian proses segmentasi-klasifikasi yang dilakukan secara berulang-ulang (gambar dari Hofmann, 2008)

Kita bisa mulai dengan pendekatan top-down, mulai dari kelas yang paling umum ke yang paling rinci. Lalu melakukan validasi ulang pada kelas-kelas yang rinci tersebut untuk memperbaiki kelas-kelas pada level di atasnya.

Pada pendekatan ini, kita dapat melakukan proses klasifikasi secara pendekatan parametrik, yaitu dengan melakukan klasifikasi secara bertahap dengan memasukkan parameter-parameter sesuai dengan logika pemikiran kita saat melakukan interpretasi visual. Penerapan teori konvergensi bukti dapat dilakukan pada pendekatan ini.

Kesimpulan

Dalam proses perkembangannya, (GE)OBIA ditempuh dengan berbagai pendekatan strategi klasifikasi sesuai dengan data yang digunakan, objek kajian dan kompleksitas daerah kajian.

Kita sebagai analisis dapat memilih atau menciptakan pendekatan dan strategi klasifikasi yang paling efektif dan optimal.

Dari berbagai pendekatan dan strategi klasifikasi yang saya tuliskan di atas, harus kita pahami bahwa sebenarnya kunci terpenting untuk keberhasilan proses klasifikasi terletak pada manusia sebagai “brainware” yang melakukan klasifikasi.

Pengetahuan dan pengalaman interpretasi citra serta kepiawaian seseorang dalam menuliskan logika klasifikasinya ke dalam “bahasa komputer” akan sangat berpengaruh pada keberhasilan proses analisis citra penginderaan jauh.

 

About The Author

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top