Penjelasan Lengkap Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Secara Digital

klasifikasi citra digital

Salah satu pemanfaatan citra penginderaan jauh yang paling sering ditemui adalah untuk pemetaan penutup dan penggunaan lahan, melalui analisis klasifikasi citra, terutama klasifikasi citra digital.

Ekstraksi informasi dari citra penginderaan jauh secara umum dibagi menjadi dua, yaitu interpretasi visual dan digital.

Interpretasi visual memiliki keakuratan yang lebih tinggi karena melibatkan lebih banyak unsur interpretasi daripada klasifikasi digital.

Seiring dengan ketersediaan citra digital yang semakin meningkat dan keberadaan teknologi pengolah citra digital, maka pemanfaatan penginderaan jauh dalam pemetaan penutup lahan banyak ditempuh dengan klasifikasi digital daripada dengan interpretasi secara visual.

Klasifikasi Citra Digital

Klasifikasi citra digital merupakan proses pengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas tertentu, biasanya merupakan kelas-kelas penutup atau penggunaan lahan. Meskipun demikian, tidak penutup pada informasi tematik lainnya, misal jenis batuan, jenis tanah, kerapatan vegetasi, dan yang lainnya.

Metode klasifikasi citra digital penginderaan jauh yang paling umum digunakan dan dianggap cukup mapan adalah klasifikasi multispektral.

Klasifikasi Multispektral

Klasifikasi multispektral dilakukan dengan asumsi bahwa objek yang sama di lapangan memiliki pola nilai piksel yang seragam pada citra penginderaan jauh.

Hasil klasifikasi multispektral akan memiliki akurasi yang tinggi jika asumsi tersebut terpenuhi. Sebaliknya, jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, akurasi hasil klasifikasi cenderung rendah. Beberapa contoh penutup lahan yang memiliki pola nilai pantulan yang sama antara lain air keruh dengan lumpur, rumput kerapatan tinggi dengan hutan kerapatan rendah dan pemukiman atap genteng dengan tanah terbuka.

Jenis-jenis Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra dibagi menjadi dua yaitu:

  • Klasifikasi terbimbing (supervised classification, atau klasifikasi terselia, klasifikasi terkontrol) dan
  • klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification, atau klasifikasi tak terselia, klasifikasi tak terkontrol)

Perbedaan mendasar di antara kedua jenis klasifikasi tersebut adalah cara kerja dan campur tangan operator.

Pada klasifikasi terbimbing, operator memberikan contoh berupa training area, sesuai denga sistem klasifikasi yang digunakan oleh operator. Selanjutnya, menggunakan algoritma klasifikasi yang dipilih, komputer akan mengkelaskan piksel-piksel dalam citra berdasarkan kemiripan karakteristik spektralnya terhadap sampel-sampel yang telah diberikan.

Sedangkan pada klasifikasi tak terbimbing, proses penentuan daerah sampel ini tidak dilakukan. Operator menggunakan algoritma klasifikasi dan komputer akan mengelompokkan piksel-piksel berdasarkan kemiripan spektralnya satu sama lain. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengelompokan tersebut, operator memberi label terhadap kelas-kelas yang dihasilkan.

Proses Klasifikasi Citra

Proses klasifikasi terbimbing (supervised) dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

  • Pemilihan citra penginderaan jauh
  • Pemilihan atau pengembangan skema klasifikasi
  • Pra pemrosesan citra
  • Pemilihan saluran spektral dan pembuatan «feature» untuk input klasifikasi
  • Pemilihan metode dan atau algoritma klasifikasi
  • Pemilihan/ pembuatan sampel (daerah contoh)
  • Eksekusi klasifikasi
  • Pemrosesan pasca-klasifikasi (Post-Processing)
  • Evaluasi performa klasifikasi

Dalam prakteknya, tidak semua tahap ini dibutuhkan. Misal, pra pemrosesan berupa koreksi atmosferik tidak dibutuhkan jika kita hanya menggunakan citra tunggal.

Selain itu, tidak selalu prosesnya dilakukan secara urut, terutama proses no 4, 5, dan 6.

Termasuk no 1 dan no 2, kita bisa menentukan citra, jika emang kebutuhan pengguna sudah ditetapkan menggunakan skema klasifikasi tertentu (misal peta penutupan lahan suatu kementerian yang diatur menggunakan perundang-undngan tertentu)

Pemilihan citra penginderaan jauh

Citra penginderaan jauh memiliki variasi dlam hal resolusi citra, meliputi resolusi spasial, spektral, temporal dan radiometrik.

Pemahaman terhadap karakteristik citra beserta keunggulan dan kelemahan setiap jenis citra merupakan hal yang sangat penting. Pemahaan yang utuh dan lengkap akan sangat membantu dalam pemilihan citra yang tepat untuk sesuai objek dan tujuan kajian.

Pemilihan citra penginderaan jauh yang sesuai adalah langkah pertama yang sangat penting dalam proses pemanfatan penginderaan jauh.

Pemilihan citra membutuhkan pertimbangan dalam berbagai hal, meliputi:

  • Kebutuhan pengguna
  • Skala dan karakteristik daerah kajian (variasi kenampakan, kondisi atmosfer)
  • Ketersediaan data citra (beserta variasi karakteristiknya)
  • Keterbatasan biaya dan waktu
  • Pengetahuan dan pengalaman analis menggunakan citra terpilih.

Di antara banyak faktor tersebut, faktor yang paling penting dan berpengaruh terhadap pemilihan citra adalah skala kajian, resolusi citra, dan kebutuhan pengguna.

Sistem atau skema klasifikasi

Sistem atau skema klasifikasi yang sesuai menentukan banyak hal dala proses klasifikasi citra. Hendaknya, dipilih sistem klasifikasi yang memang benar-benar bisa diperoleh melalui citra penginderaan jauh.

Di Indonesia, telah banyak skema klasifikasi yang telah dibuat seperti skem klasifikasi penutup lahan keluaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, atau Badan Informasi Geospasial.

BACA JUGA:  Citra Inframerah Termal: Mengindera Suhu Permukaan Objek

Pada prakteknya,  skema klasifikasi tersebut mencampur kelas-kelas penutup dengan penggunaan lahan, dan tidak bisa (atau sangat sulit) digunakan dalam klasifikasi citra secara digital, dan terbatas digunakan pada proses interpretasi visual, dan memerlukan dukungan data tambahan lainnya.

Selain menggunakan skema klasifikasi yang sudah ada, tentu kita bisa memodifikasi skema klasifikasi yang sudah ad, atau mengembangkan skema klasifikasi yang sesuai dengan tujuan kajian kita.

Skema klasifikasi dapat dibangun dan dikembangkan dengan mempertimbangkan:

  1. Kebutuhan pengguna
  2. Resolusi spasial citra yang digunakan
  3. Kompabilitas dengan kerja-kerja atau kajian-kajian sebelumnya
  4. Algoritma klasifikasi dan pemrosesan citra yang tersedia
  5. Batasan waktu

Sebuah skema klasifikasi yang baik haruslah:

  1. Informatif
  2. Exhaustive
  3. Separable (dapat dipisahkan)

Pra-pemrosesan citra

Pra pemrosesan citra penginderaan jauh dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas citra.

Pra-pemrosesan citra dalam konteks klasifikasi citra digital meliputi:

  • Deteksi dan restorasi piksel yang hilang (misal karena SLC off pad Landsat 7)
  • Koreksi geometrik
  • Kalibrasi radiometrik dan koreksi atmosferik
  • Koreksi topografik.
  • Kalibrasi antar citra (jika menggunakan beberapa citra atau citra multitemporal)

Selain itu, jika menggunakan data tambahan lain, sering pula dibutuhkan proses konversi isl dari data vektor ke raster, atau proses penyamaan sistem proyeksi dan sistem koordinat, serta resampling ukuran piksel citra.

Pemilihan dan ekstraksi feature

Dalam hal ini, feature merujuk pada layer-layer masukan yang digunakan dalam proses klasifikasi citra. Feature-feature ini meliputi:

  • Saluran (band) citra asli
  • Indeks vegetasi (VI, NDVI)
  • Hasil transformasi citra lainnya (NDWI, Tasseled Cap)
  • Hasil pemfilteran tekstural (GLCM)
  • Citra hasil perekaman beda waktu (multitemporal)
  • Penggunaan data citra berbeda (multisensor)
  • Data medan (ketinggian, lereng, dll)
  • Data tematik tambahan (batas kawasan hutan, tata ruang, dll)

Lazimnya, klasifikasi citra dilakukan dengn menggunkan band citra asli. Padahal, dalam prosesnya, kita dapat mengurangi atau menambah feature yang digunakan.

Namun perlu dipahami bahwa menambah feature tidak selalu diikuti dengan naiknya akursi hasil klasifikasi.

Telah banyak dikembangkan berbagai cara untuk membantu proses pemilihan ini secara statistik, terutama untuk data citra hiperspektral, meliputi:

  1. Principal component analysis
  2. Minimum Noise Fraction
  3. Discriminant analysis
  4. Spectral mixture analysis, dll

Selain itu, pemilihan band untuk proses klasifikasi, dapat dilakukan setelah pemilihan sampel dengan melakukan analisis secara grafis, misal plot feature space dan secara statistika, misal dengan menghitung jarak Bhattacrya atau Jeffreys-Matusita.

Dalam prakteknya, perbandingan akurasi dari kombinasi input feature yang berbeda sering diterapkan, dan data referensi yang representatif sangat (selalu) dibutuhkan.

Pemilihan metode atau algoritma klasifikasi

Kita dapat menggunakan algoritma klasifikasi multispektral sederhana yang banyak tersedia di banyak software, seperti:

  • Maximum Likelihood
  • Minimum distance to mean
  • Parallelepiped
  • K-Nearest Neighbour

Dalam berbagai kasus, metode klasifikasi multispektral berbasis piksel dengan menggunakan algoritm di atas dapat memberikan hasil klasifiksi yang akurat atau dapat diterima.

Namun, untuk klasifikasi penggunaan lahan yang kompleks, kebutuhan modifikasi metode klasifikasi menjadi krusial.

Kita bisa kemudian mencari kajian atau penelitian yang pernah dilakukan untuk kita terapkan dalam kasus kita.

Dari sini, kemudian muncul berbagai kemungkinan pendekatan dan metode klasifikasi yang bisa digunakan.

Secara umum, klasifikasi dapat dikelompokkan menjadi:

  • Supervised atau unsupervised
  • Parametric atau non parametric
  • Hard atau soft (fuzzy)
  • Per-pixel atau sub-pixel atau per-field atau per-object

Berikut ini rangkuman dari beberapa metode dan atau algoritma klasifikasi citra (Lu dan Weng, 2007).

KriteriaKategoriPenjelasanContoh algoritma klasifikasi
Penggunaan sampelUnsupervisedTanpa sampel, komputer mengelompokkan piksel berdasarkan kemiripanISODATA, k-means clustering
 SupervisedPiksel dikelaskan berdasarkan kemiripan dengan sampel yang diberikanMaximum likelihood, minimum distance to mean
Paraneter statistik (seperti mean dan covriate) digunakan atau tidakParametrikAsumsi data berdistribusi normal (gaussian), di mana parameter didapatkan dari sampel trainingMaximum likelihood, linear discriminant analysis
 Non parametrikAsumsi terhadap data tidak diperlukan. Sangat sesuai ketika data spasial bukan citra (lereng, elevsi, dll) dimasukkan dalam input klasifikasi.Artificial Neurl Network, Decision Tree, Support Vector Machine, Random Forest
Informsi piksel yang digunakanKlasifikasi per-pikselKlasifikasi berdasarkan kombinasi nilai piksel dari berbagai saluran masukan. Mengabaikan adanya «mixed pixel»Maximum likelihood, minimum distance, decision tree, SVM
 Klasifikasi sub-pikselNilai piksel diasumsikan sebagai kombinasi linear dan tidak linear dari objek (endmember), didefinisikan dengan proporsi setiap piksel terhadap setiap endmemberSpectral mixture analysis
 Klasifikasi berdasarkan objek (object-based)Klasifikasi diawali dengan membentuk «object» melalui segmentasi citra, dan klasifikasi dilakukan berdasarkan «object» yang terbentuk, bukan dari piksel individu.Nearest neighbor, decision tree, SVM
 Per-field classifictionMenggunakan data vektor yang dianggap sebagai «field» atau «parcel» sebagai unit klasifikasi. Biasanya berupa persil bidang tanah. Klasifikasi dilakukan dengan bantuan GIS untuk mengintegrasikan data raster dan vektor.GIS-based classification
«Ketegasan» hasil klasifikasiHard classificationPenentuan kelas dilakukan secara pasti, di mana setiap piksel dialokasikan masuk ke dalam satu kelas tertentu.Hampir semua algoritma klasifikasi
 Soft (fuzzy) classificationMenyediakan ukuran kemungkinan suatu piksel. Sesuai untuk diterapkan pada citra resolusi kasarFuzzy-set classifier, sub-pixel classifier, spectral mixture analysis
Penggunaan informasi spasialSpectral classifierHanya menggunakan informasi spectral sajaMaximum likelihood, minimum distance to mean
 Contextual classifierPiksel-piksel tetangga dipertimbangkan dalam proses klasifikasiIterated conditional modes, point-to-point contextual correction, frequency-based contextual classifier
 Spectral-contextual classifierInformasi spektral dan spasial digunakan dalam klasifikasi. Klasifikasi prmetrik atau non parametrik dilakukan untuk mendapatkan hasil awal, dan klasifikasi kontekstual diterapkan pada hasil awal tersebut.ECHO, kombinasi algoritma parametrik atau non parametrik dengan klasifikasi kontekstual

Silahkan diperhatikan bahwa satu algoritma/ metode klasifikasi dapat masuk ke kelompok-kelompok yang berbeda.

BACA JUGA:  Menulis Ruleset di eCognition Developer

Pemilihan atau penentuan area sampel klasifikasi

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel sebagai berikut :

  • Sampel harus homogen, dengan jumlah piksel + 100 piksel. Homogenitas sampel dapat terjadi dari warna yang sama pada citra komposit.
  • Buat sampel dengan jumlah yang cukup untuk setiap kelas. Misal, untuk satu kelas kita buat 5-10 sampel dengan jumlah piksel setiap sampel sebanyak 10-40 piksel. Dengan strategi ini, kita bisa dapatkan lebih dari 100 piksel untuk setiap kelas.
  • Beri nama sampel sesuai analisis dan beri warna tertentu, buat catatan yang sistematis. Untuk alasan praktis, suatu objek dapat dibagi menjadi beberapa kelas (misal vegetasi1, vegetasi 2, dsb). Asalkan punya catatan karakteristik objek tiap kelas.
  • Lengkapi training area sehingga sebagian besar objek tersampel dengan baik
  • Dan yang paling penting, gunakan gambar kurva pantulan spektral untuk membantu pengenalan objek.
  • Gunakan juga tampilan citra yang lain, misal indeks vegetasi atau indeks kebasahan untuk membantu melihat karakteristik objek yang akan kita sampel

Pemrosesan pasca klasifikasi (post-processing)

Pada tahap post classification, kita melakukan beberapa tahap untuk meningkatkan akurasi klasifikasi, serta untuk membuat hasil klasifikasi lebih mudah untuk dimaknai.

Proses post klasifikasi sering dilakukan secara berulang (iterasi) dengan uji akurasi, untuk melihat perbandingan akurasi setiap hasil setelah proses post klasifikasi dilakukan.

Beberapa langkah yang bisa kita lakukan dalam proses pasca klasifikasi antara lain:

  • Pemfilteran mayoritas (majority filter)
  • Penghilangan area dengan luasan di bawah MMU (minimum mapping unit)
  • Penggabungan kelas dan reklasifikasi
  • Melakukan sinkronisasi data antar tahun
  • Interpretasi visual

Pemfilteran mayoritas

Hasil klasifikasi citra seringkali meninggalkan piksel-piksel terasing (terisolir). Untuk mengatasi hal ini diberlakukan operasi filter mayoritas. Pemfilteran mayoritas merupakan operasi logical yang digunakan terutama untuk memperbaiki hasil klasifikasi multispetral sehingga piksel-piksel terasing dapat dihilangkan.

Penghilangan area di bawah MMU

Minimum mapping unit merupakan ukuran satuan terkecil yang diizinkan dalam sebauh peta. Hal ini sangat terkait dengan generalisasi peta.

Ukuran MMU sendiri bergantung pada skala peta output. Artinya, dalam hal ini, kita harus mengetahui terlebih dahulu berapa skala output yang diinginkan dari hasil klasifikasi yang kita lakukan.

MMU dapat dihitung dengan ancar-ancar (rule of thumb) sebagai berikut.

Setelah MMU didapatkan, kita dapat menghapus objek-objek yang memiliki luas di bawah MMU dalam hasil klasfikasi kita. Di ArcGIS, proses ini dapat kita lakukan menggunakan serangkaian tools Boundary Clean, Nibble, dan Region Group, seperti tertulis di tutorial post-processing ini.

Penggabungan kelas dan reklasifikasi

Proses ini terutama dilakukan untuk memberikan label yang lebih informatif kepada pengguna.

Hasil klasifikasi biasanya masih memuat kelas-kelas spektral yang ditujukan untuk mempermudah proses klasifikasi, misal kelas-kelas seperti: Tanah lembab1, Atap genteng 1, dll.

Kelas-kelas ini perlu diubah menjadi kelas penutup lahan yang mudah dimaknai seperti: Tanah terbuka, Hutan, Semak belukar, dll.

Pengubahan ini dapat dilakukan dengan melakukan pengelasan dan penggabungan kelas melalui tabel attribut.

Sinkronisasi data time series

Sinkronisasi data secara multitemporal ini dapat dilakukan dengan berdasarkan data (misal penutup lahan) yang sudah ada pada periode sebelumnya.

Prosesnya adalah dengan melakukan overlay antara hasil klasifikasi dengan data acuan, lalu melakukan editing atribut. Editing atribut ini dilakukan dengan mencari, dan mengedit kelas-kelas dengan perubahan yang tidak mungkin.

Sebagai contoh, saya melakukan klasifikasi penutup lahan tahun 2020. Lalu saya melakukan sinkronisasi menggunakan data penutup lahan tahun 2015. Setelah saya overlay dan cek perubahannya, ternyata ada perubahan yang tidak mungkin (atau setidaknya perlu dicek).

Contoh perubahan yang tidak mungkin misal perubahan dari kelas «permukiman» pada tahun 2015, menjadi kelas «Lahan pertanian» pada tahun 2020.

Maka, saya akan melakukan cek pada poligon-poligon tersebut dan melakukan editing jika diperlukan.

Pengecekan dengan mempertimbangkan medan

Prosesnya sama dengan proses sinkronisasi multiwaktu di atas. Bedanya adalah, data acuan yang digunakan berupa data terkait dengan medan seperti elevasi atau lereng.

Untuk mempermudah, biasanya saya membuat peta satuan medan sederhana dulu dengan pendekatan bentuk lahan.

Di sini logika yang digunakan adalah, biasanya penutup lahan tertentu akan berasosiasi dengan kondisi medan tertentu.

Langsung saja, contohnya adalah hasil overlay yang menunjukkan bahwa ada kelas «Lahan terbangun» pada kelas «Kerucut Vulkan». Tentu fenomena seperti patut dicurigai dan perlu pengecekan.

Hasilnya, biasanya objek tersebut merupakan objek kawah yang berbentuk pasir dan batu, yang kemudian salah terklasifikasi menjadi kelas «Lahan terbangun»

BACA JUGA:  Simbol Peta: Pengertian, Fungsi, Jenis, dan Simbolisasinya

Interpretasi visual dengan digitasi

Proses ini saya lakukan jika memang ada satu kelas dalam hasil klasifikasi merupakan kelas yang sangat penting dan menjadi topik utama. Misal, kelas hutan pada analisis deforestasi. Biasanya, saya akan melakukan pencermatan lebih dan melakukan editing melalui interpretasi visual untuk memaksimalkan akurasi kelas ini.

Proses editing dengan interpretasi visual juga dilakukan untuk kelas-kelas yang sangat sulit diekstraksi menggunakan klasifikasi digital. Objek-objek kompleks seperti «Bandara» dan «Sekolah» contohnya.

Tetapi proses ini merupakan proses yang paling jarang saya lakukan.

Penilaian performa klasifikasi

Sebuah klasifikasi tidak akan lengkap sebelum dilakukan penilaian hasil klasifikasinya.

Penilaian hasil klasifikasi ini biasanya dilakukan dengan melakukan uji akurasi hasil klasifikasi citra dengan melakukan perhitungan akurasi melalui pembuatan error matrix. Saya membuat artikel tersendiri mengenai ini di sini: Uji Akurasi Hasil Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Meskipun demikian, sebenarnya penilaian klasifikasi juga dapat dilakukan dengan mengukur:

  • Akurasi (misal dengan error matrix)
  • Reproducibility
  • Robustness
  • Kemampuan untuk menggunakan seluruh informasi pada data
  • Keseragaman dan konsistensi hasil
  • Objektifitas

Dalam kenyataanya, tidak ada satupun metode atau algoritma klasifikasi yang mampu memenuhi semua syarat di atas. Selain itu, kemampuan setiap metode klasifikasi akan berbeda jika dihadapkan pada objek kajian, karakteristik daerah, jenis data, dan jumlah sampel yang berbeda.

Proses Klasifikasi Citra Unsupervised

Sedangkan proses berbeda dilakukan jika menggunakan klasifikasi unsupervised.

Secara garis besar, kita tetap harus melakukan proses dasar, seperti pemilihan citra, skema klasifikasi, pra-pemrosesan, eksekusi klasifikasi, post-klasifikasi, serta uji akurasi.

Perbedaannya terletak pda proses eksekusi klasifikasinya.

Proses klasifikasi secara unsupervised (tak terbimbing) secara garis besar ditempuh melalui proses berikut:

  • Menentukan algoritma (K-means, clustering, ISODATA)
  • Memasukkan nilai parameter yang dibutuhkan oleh algoritma
  • Eksekusi klasifikasi
  • Iterasi: Evaluasi hasil dan pengulangan eksekusi klasifikasi (dengan mengubah nilai parameter)
  • Jika sudah memuaskan, operator memberi label atau menandai hasil pada setiap gugus atau kelas

Faktor yang Mempengaruhi Akurasi Klasifikasi Citra

Setidaknya, faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi klasifikasi citra digital adalah:

  • Karakteristik objek yang dikaji, meliputi:
    • Variabilitas objek di daerah kajian
    • Kompleksitas objek kajian
    • Skema klasifikasi yang digunakan
  • Kondisi citra/ data yang digunakan:
    • Kualitas citra (gangguan awan, atmosfer, stripping)
    • Resolusi citra
    • Ketersediaan data pendukung
  • Algoritma yang digunakan:
    • Performa dari metode/ algoritma klasifikasi
  • Faktor analis/ operator:
    • Kemampuan memilih citra dan metode yang sesuai
    • Akurasi dan representasi sampel atau training area
    • Pengalaman menggunakan metode/ algoritma
    • Pengalaman menggunakan citra dan data yang digunakan
    • Pengetahuan terhadap objek yang dikaji (kehutanan, hidrologi, dll)
    • Pengetahuan lokal (local knowledge) daerah kajian
  • Faktor lainnya:
    • Keterbatasan waktu pengerjaan
    • Keterbatasan biaya
    • Keterbatasan resource (alat kerja, alat survey, dkk)

Pendekatan-pendekatan Klasifikasi Citra «Advance»

Seiring dengan perkembangan teknologi dan kematangan penginderaan jauh sebagai sebuah ilmu, dan perkembangan komunitas pengguna penginderaan jauh, muncul pendekatan-pendekatan kalsifikasi citra yang dapat dikategorikan «advance».

Perkembangan ini muncul dilatarbelakangi dengan:

  • Usaha peningkatan performa klasifikasi (akurasi, konsistensi, dll)
  • Semakin banyak digunakan
  • Perkembangan algoritma (machine learning, deep learning, dll)
  • Perkembangan kemampuan komputasi komputer
  • Perkembangan resolusi citra (resolusi yang semakin detil, jumlah saluran yang semakin banyak)
  • Perubahan karakteristik data (desk vs cloud computing)

Beberapa pendekatan/ metode «advance» tersebut antara lain:

  • Advance per-pixel classification approach:
    • Neural network
    • Decision tree (with bagging, boosting)
    • Layered classification
    • Supervised iterative classification (multistage classification)
  • Advance sub-pixel classification approach:
    • Fuzzy neural network
    • Fuzzy neural network
  • Advanced per-field classification
    • Per-field classification berdasarkan hasil klasifikasi per-pixel atau sub-pixel
    • Map-guided classification
  • Advanced object-based classification
  • Kombinasi beberapa metode klasifikasi
    • Kombinasi klasifikasi berbasis spektral dan klasifikasi berbasis aturan
    • Kombinasi beberapa algoritma (misal MLC dengan DT)

Karena tulisan ini sudah terlalu panjang, bagian mengenai pendekatan «advance» ini akan saya tuliskan pada artikel terpisah.

Penggunaan data tambahan (ancillary data)

Selain menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang lebih advance, para peneliti dan praktisi juga banyak menggunakan data citra dengan karakteristik yang berbeda serta data tambahan lainnya untuk meningkatkan akurasi.

Informasi spektral dari citra biasanya tetap menjadi informasi utama, tetapi penambahan citra dengan karakteristik yang berbeda, data medan, tekstur, dan data spasial lainnya dapat berpotensi memberikan hasil klasifikasi yang lebih baik.

Penggunaan data tambahan ini meliputi:

  • Penambahan informasi spasial
  • Integrasi citra dengan sensor yang berbeda
  • Penggunaan data multitemporal
  • Penggunaan hasil transformasi citra
  • Penggunaan layer hasil analisis GIS

Penambahan informasi spasial

Penambahan informasi spasial sangat berguna, terutama untuk klasifikasi penutup lahan yang kompleks pada lanskap yang heterogen. Melalui penambahan ini, efek variasi spektral pada objek pada kelas yang sama dapat ditekan.

Penambahan informasi spasial yang dapat berpotensi meningkatkan akurasi antara lain dengan menambahkan layer tekstur.

Integrasi citra dengan sensor yang berbeda

Penggunaan citra yang berbeda dapat ditempuh melalui dua cara:

  • Koreksi geometrik yang tepat, lalu menggunakannya bersama-sama dalam klasifikasi.
  • Melakukan pencampuran informasi spasial dan spektral melalui fusi citra untuk mendapatkan data baru.

Dalam prakteknya, teknik pansharpening dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kombinasi reoslusi spektral dan spasial terbaik dari dua citra masukan. Teknik transformasi IHS atau wavelet biasa digunakan untuk keperluan ini.

Penggunaan data multitemporal

Dalam beberapa kasus, penggunaan data yang sama pada waktu perekaman yang berbeda dapat meningkatkan akurasi klasifikasi, terutama untuk objek yang memiliki kenampakan penutup lahan musiman.

Contohnya adalah sawah. Sawah memiliki fase tanam (banyak air), fase tumbuh (menonjol vegetasinya) dan fase panen (dominan tanah). Penggunaan kombinasi data pada waktu berbeda dapat membantu identifikasi objek sawah.

Contoh lainnya adalah deteksi tanaman jati, di mana kita bisa menggunakan fase berdaun dan fase meranggas.

Untuk memudahkan, biasanya data diubah dulu menjadi NDVI, baru kemudian NDVI multiwaktu ini yang digunakan dalam proses klasiikasi.

Penggunaan hasil transformasi citra

Untuk menambah variasi pada objek, hasil transformasi dapat dimasukkan ke dalam input klasifikasi.

Prinsipnya, penggunaan hasil transformasi akan menambah variasi spektral dan dapat meningkatkan akurasi, hanya jika hasil transfomasi yang kita masukkan berguna dalam membantu memisahkan kelas-kelas yang kita gunakan.

Teknik ini juga membantu untuk menurunkan dimensionalitas data, tanpa mengurangi informasi. Pembuatan transformasi citra dapat dilakukan pada saluran-saluran berkorelasi tinggi.

Beberapa transformasi yang membantu antara lain:

  • Indeks citra (misal NDVI, NDBI, NDWI)
  • Principal component analysis
  • Minimum noise fraction
  • Tasseled cap

Penggunaan layer hasil analisis GIS

Beberapa hasil analisis GIS yang sering digunakan dalam proses klasifikasi citra antara lain:

  • Kondisi medan (elevasi, lereng, aspect, curvature)
  • Data jalan
  • Geologi dan tanah
  • Sensus penduduk

Penggunaan data tambahan ini dapat ditempuh melalui tiga pendekatan:

  • Stratifikasi dan pemfilteran pra-klasifikasi (misal, kita membuat layer elevasi, dan hanya melakukan klasifikasi citra pada daerah < 200 mdpal melalui masking citra)
  • Menggunakan layer tambahan pada proses klasifikasi
  • Menggunakan layer tambahan pada proses post-klasifikasi melalui pembangunan rule-based klasifikasi.

Penutup

Klasifikasi terhadap sebuah citra menurut fenomena tertentu merupakan sebuah usaha agar mempermudah dalam pembacaan dan analisis terhadap citra itu sendiri. Klasifikasi ini dapat dilakukan baik dengan interpretasi manual maupun secara digital.

About The Author

2 thoughts on “Penjelasan Lengkap Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Secara Digital”

  1. Pak, izin bertanya,
    kalau unduh citra sentinel 2 kan ada 2 kelompok, yang 2A dan 1C.

    Maksud dari 2A dan 1C ini apa Pak ya
    trimakasih.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top